Friday, December 6, 2013

Jejak Teroris di Indonesia: Dari NII, Bermuara di Abu Bakar Baasyir



Abu Omar alias Indra Kusuma alias Andi Yunus alias Nico Salman ditangkap Juli 2011 di Jakarta. Dia berperan sebagai penyelundup senjata dari Filipina Selatan.

Sementara Sartono adalah ayah kandung Farhan, teroris yang tewas dalam penyergapan di Solk September 2012 lalu. Farhan sendiri tergabung dalam Hisbah Solo yang merupakan sayap gerakan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) pimpinan Abu Bakar Baasyir.

Kelompok ini berkembang ke Indonesia Timur seperti di NTB dan Sulawesi Selatan. Di Sulsel kelompok ini berupaya membunuh Gubernur Sulsel Yasin Limpo.

Di Poso kelompok ini membunuh dan mengguburkan satu liang dua polisi. Di Jakarta, sel ini melakukan perampokan di Tambora. Di Beji Depok, laboratorium perakitan bom dibuat.

"Kalau dikristalkan, Abu Omar bukan JI atau JAT, dia NII. Antara NII, JI, JAT sebetulnya bukan yang terlalu beda. JI sempalan NII. Abu Bakar Baasyir posisinya Menteri Kehakiman NII saat membentuk JI. Tokoh di JI ada kaitan dgn struktur NII. Begitu JI ketahuan menjelma JAT, barangnya itu-itu juga, tokohnya itu-itu juga," kata Ansyaad.

Menurut Ansyaad, kelompok teror kerap berganti-ganti nama kelompoknya. Hal ini demi menghindari kejaran petugas atau mengecoh penyelidikan aparat.

"Nama sekarang sudah tidak relevan, berbagai macam mereka gunakan nama untuk menghindari petugas. Yang jelas mereka kelompok teroris," tegas Ansyaad.

Indonesia, menurut Ansyaad, tergolong lunak dalam upaya pemberantasan terorisme. Dia membandingkan dengan pemerintah Malaysia yang menggunakan militer dalam operasi terorisme di Sabah beberapa waktu lalu.

Sementara Indonesia masih menggunakan pendekatan penegakkan hukum dengan menggedepankan kepolisian.

"Kita konsisten penegakan hukum," kata Ansyaad.

"Kita tidak memusuhi apa yang mereka perjuangkan, menegakan Syariat Islam. Kita semua muslim, menghormati itu. Kita tidak suka kekerasannya itu," ujar Ansyaad.